Ultimatum agar Tentara Republik
Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik
"bumihangus". Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh.
Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk
membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan
Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada
tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku
Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan
memerintahkan rakyat untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga,
rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan
rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di
sana-sini asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik
mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi.
Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah
selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu.
TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah
pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan
gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan
terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf
pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota,
tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota.
Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong
dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan
Bandung pun berubah menjadi lautan api.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar