Kini tiba fajar. Semangat dan gairah
besar tampak di kalangan musyrik itu. Mereka begitu yakin akan segera
berhasil. Dengan pedang terhunus mereka memasuki kamar Nabi, yang menimbulkan
suara gaduh. Serentak ‘Ali mengangkat kepalanya dari bantal dan menyingkirkan
selimutnya lalu berkata dengan sangat tenag,â€Apa yang terjadi ?†Mereka
menjawab,â€Kami mencari Muhammad. Di mana dia?†’Ali berkata,†Apakah anda
menitipkannya kepada saya sehingga saya harus menyerahkannya kembali kepada
Anda? Bagaimanapun, sekarang ia tak ada di rumah.†Muhammad telah pergi jauh
di luar pengetahuan mereka.
Nabi, tiba di Quba tanggal 12 Rabi’ul
Awwal, dan tinggal di rumah Ummu Kultsum ibn al-Hadam. Sejumlah Muhajirin dan
Ansor sedang menunggu kedatangan Nabi. Beliau tinggal di situ sampai akhir
pekan. Sebagian orang mendesak agar beliau segera berangkat ke Madinah,
tetapi beliau menunggu kedatangan ‘Ali. Orang Quraisy mengetahui hijrahnya
‘Ali dan rombongannya – diantaranya ialah Fatimah, puteri Nabi, Fatimah binti
‘Asad dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutholib – karena itu, mereka
memburunya dan berhadap-hadapan dengan dia di daerah Zajnan. Perselisihan pun
terjadi dan ‘Ali berkata “Barangsiapa menghendaki tubuhnya terpotong-potong dan darahnya tumpah, majulah! Tanda marah
nampak di wajahnya. Orang-orang Quraisy yang merasa bahwa masalah telah
menjadi serius, mengambil sikap damai dan berbalik pulang.†Ketika ‘Ali tiba
di Quba, kakinya berdarah, dikarenakan menempuh perjalanan Makah Madinah
dengan berjalan kaki. Nabi dikabari bahwa, ‘Ali telah tiba tapi tak mampu
menghadap beliau. Segera nabi ke tempat ‘Ali lalu merangkulnya. Ketika
melihat kaki ‘Ali membengkak, air mata Nabi menetes".
Penduduk Yastrib – yang kemudian
berganti menjadi nama Madinah -
menyambut kedatangan Nabi.
Mereka mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini.
Disinilah manifestasi sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad
menyusun kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela
meninggalkan tanah air dan hartanya untuk Tuhannya, islam yang muda ini
menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat
siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai
dari Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad
yang selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir
Quraisy dengan Iman yang membara. Pada perang Badar ‘al-washi (‘Ali) dan
Hamzah tampil menghadapi pemberani kafir Quraisy, dalam sepucuk suratnya kepada Muawiyah,
‘Ali mengingatkannya dalam kata-kata ‘Pedang saya yang saya gunakan untuk
membereskan kakek anda dari pihak ibu (Utbah, ayah dari Hindun Ibu Muawiyah),
paman anda dari pihak Ibu (Walid bin Uthbah) dan saudara Anda (Hanzalah) masih
ada pada saya. Pada perang Uhud Nabi dan lagi-lagi Hamzah dan ‘Ali tidak
pernah Absen, ‘Ali adalah pembawa panji dalam setiap peperangan. Nabi
mengungkapkan nilai pukulan ‘Ali pada perang Khandaq (parit) – disebut juga
dengan Ahzab – kepada ‘Amar bin ‘Abdiwad itu,†Nilai pengorbanan itu melebihi
segala perbuatan baik para pengikutku, karena sebagai akibat kekalahan jagoan
kafir terbesar itu kaum Muslim menjadi terhormat dan kaum kafir menjadi aib
dan terhina".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar